Search This Blog

Sunday, December 12, 2010

renungan 4

2. Mengenal Allah berarti membuktikan diri untuk berbuat baik. 

Ini zaman Postmodern. Kita hidup di antara banyak kepercayaan yang mengklaim: Saya menyembah Allah yang benar. Semua klaimnya mirip. Jelas, realita ini tidak terhindarkan. Saat semuanya meyakini: Allahku hidup! Buktinya adalah: Dia berkuasa merubah umat-Nya. Karena itu, apa tanda seorang yang beragama? Berbuat kebaikan.

Akibatnya? 

Sepanjang sejarah, semua keyakinan berlomba untuk memanifestasikan kebaikan. Orang Kristen juga terjebak di sini. Kalau kenal Allah, masak sih saya tidak berbuat baik? Orang Kristen terperangkap ikut-ikut perbuatan baik orang lain yang tidak mengandung keselamatan. Hanya meniru saja. 

Kepercayaan tertentu ada meditasi, orang Kristen ikut-ikutan. Yang lain buat bakti sosial, orang Kristen tak mau kalah. Satu gereja mengadakan program pembinaan ”Berdoa yang Benar”, kita juga bikin. Keyakinan tertentu bisa menyembuhkan, masa orang Kristen tidak bisa? Malu dong. Kita juga bisa, jauh lebih sakti mandraguna malahan. Terus-menerus kita terjebak untuk membuktikan diri.

Ada orang Kristen melihat orang kepercayaan lain kasih goceng (Rp. 5.000) buat pengamen. Sejak itu, dia tidak damai sejahtera. Tiap mau ngasih selalu ingat,”Aku kan kenal Allah yang benar, masa cuma ngasih cepek (Rp.100)?” 

Terus, apanya yang salah? Emangnya orang Kristen tidak boleh berbuat baik?” tanya seorang teman.

Berbuat kebaikan tentu harus, kudu dan wajib, hanya sayang, kalau semangatnya hanyalah perbandingan dan pertandingan belaka. Perbuatan baik seharusnya muncul dari hati yang mengasihi Allah. 

Karenanya, perlu membedakan: 

Perbuatan baik bagi kepercayaan lain adalah End (Tujuan).
Perbuatan baik bagi orang Kristen adalah Means (Sarana).
Begitu dibolak-balik, bahaya sekali...

Tujuan hidup setiap orang Kristen setelah diselamatkan adalah bergaul karib dengan Allah yang baik dan memuliakan Dia di dalam setiap dimensi kehidupannya.

Makin kenal dengan Allah yang sejati, maka Allah sendirilah yang akan MEMBERI TAHU perbuatan baik apa yang harus Anda lakukan. 

Ga pake ikut-ikutan! Kebaikan yang satu jelas berbeda dengan yang lain. 

Perubahan dan pencapaian hidup yang hebat bagi seseorang, bisa jadi buat yang lain biasa saja. ”Gitu aja kok bangga!” Tapi, di hadapan Tuhan, ketaatan yang kelihatan biasa bisa jadi malah sungguh luar biasa!

Untuk memahami lebih lanjut, mari bedakan Kebaikan Eksistensial vs. Kebaikan Ontological

• Kebaikan Eksistensial: Pada dirinya, memang dia orang baik. Sesuai hati nurani manusia. Bisa dilatih, diupayakan, dipraktekkan, dan ditiru-tiru. Melakukan hal yang baik menurut diri dan norma yang diajarkan.

• Kebaikan Ontological: Hakekatnya baik dan dinilai baik oleh Allah, cocok dengan kehendak Allah. Pada dasarnya manusia tidak memiliki kebaikan ini, diberikan sewaktu seseorang mengalami penebusan dosa oleh Yesus Kristus yang mati di kayu salib. 

Hati-hati, semua kebaikan eksistensial adalah NOL di hadapan Allah . 

Kebaikan seperti ini tidak punya andil dalam keselamatan dan bukan bagian yang integral dari tanda-tanda kehidupan dalam keselamatan.

Silahkan memberi seluruh harta benda, kalau tidak punya kebaikan Ontological hasilnya nihil di hadapan-Nya. 


Agar lebih jelas, mari kita perbandingkan si A vs si B:

A: Orang yang anti sosial, pembuat onar dan kejahatan. Dia dibesarkan dalam lingkungan yang buruk, papanya rampok, mamanya pelacur (sorry, cuma contoh ekstrem). Karena itu, pribadinya kacau luar dalam. Seluruh pelajaran agama sulit diterapkan. Waktu bertemu Yesus, dia sadar akan dosanya dan ingin berbuat baik. Tapi kok...susahnya luar biasa. 

B: Orang yang saleh. Dia dididik dalam lingkungan yang bagus. Orang tua baik dan mencintai Tuhan. Ibadah di Gereja dengan pengajaran yang kokoh. Seumur-umur gak pernah nipu, apalagi berzina...

Di hadapan Tuhan A & B tidak beda! Jika B dianggap lebih baik dari A, maka Tuhan Allah tidak adil. Loh kok gitu? Jangan protes dulu. Gini penjelasannya:

Di hadapan Tuhan: A & B sama. Sama apanya? 

Same-same (baca: sama-sama) orang berdosa yang butuh penebusan Yesus Kristus. Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Artinya, mau baik seperti apapun...kalau tidak menerima Kristus yah jelas masuk neraka. 

Tapi, di hadapan manusia, A dan B jelas bagaikan Beauty and The Beast. Beda segala-galanya!

Menurut Anda, siapakah diantara kedua orang ini yang lebih mahir berbuat baik?

Tepat jawaban Anda: Pasti si B. Dia eksistensinya memang orang baik. Penebusan Kristus plus didikan orang tua yang cakap membuat dia lebih mumpuni melahirkan berbagai kebaikan dalam hidupnya. Fast like a rocket.

Bagaimana Si A? Penebusan Kristus plus masa lalu yang amburadul. Kira-kira kalau dicampur jadi apa ya? Jadi susah...! Jatuh bangun melulu. Keinginan berbuat baik ada, tapi daging terlalu lemah, seringkali jatuh dalam dosa yang sama melulu. Bertahun-tahun begitu terus. Slowly, but are you sure?

Waktu diperbandingkan, bertobatnya sih sama, tapi kok pertumbuhannya lain? Ya iyalah, lah wong garis startnya aja beda. Beda 200 Km! 

Tidak apa-apa. 

Yang penting, Allah sumber kebaikan telah beranugerah menghadirkan kebaikan yang dulu sangat mustahil muncul dalam hidup si A.

A yang backgroundnya buruk, mulai memberikan persembahan, mulai memperhatikan orang miskin, mulai mau melayani Tuhan, walaupun mungkin gerutuannya tidak kurang juga. Tapi, inilah yang dilihat Tuhan. Ontological! 

Apa yang dilakukan si A adalah mustahil jika dia tidak mengalami cinta kasih dan penebusan dosa dari Yesus Kristus. Kebaikannya yang kelihatan sangat kecil bersumber dari Tuhan yang menghadirkan hal impossible! Impossible is Nothing. Di tengah kelemahan, A tetap bersyukur. Kalau masa muda dulu tidak bertobat, pastilah hidupnya amit-amit sekarang.

Nah, cara untuk melakukan kebaikan Ontological, yaitu menempel pada ’pokok anggur’, kita adalah carangnya. ”Yesus pokok dan kitalah carangnya. Tinggallah di dalamnya...” Ingat lagu ini? Karenanya, kita akan berbuah lebat. 

You named it, God gave it! Sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. 
Ada apel, pisang, jambu, strawberry, ... ngak usahlah yang pisang mau jadi jambu. Di dalam Tuhan, yang pisang jadilah pohon pisang yang berbuah lebat dan manis. 

Jadi, kita berbuat baik adalah akibat bergantung sumbernya yaitu Kristus sendiri. Jenis-jenis kebaikan yang kita lakukan juga karena Kristus. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita. 

Penting diingat: kebaikan Eksistensial dan Ontological tidak bisa dipisah total. Seorang yang pada dasarnya baik, akan lebih mudah memahami dan mentaati firman Tuhan. Karena itu, kalau nanti Anda sudah jadi orang tua, haruslah mendidik anak baik-baik. 

(bersambung)

No comments:

Post a Comment