Search This Blog

Saturday, December 18, 2010

jangan hidup sendirian

Kita tidak dipanggil untuk hidup sendirian. Melalui hidup sehari-hari, kita sadar sungguh membutuhkan banyak orang.

Jika mau menjadi diri kita sendiri saja, U are U! Kata iklan, tanpa peduli orang lain, akhirnya hidup terisolasi. Pelan-pelan kita malas memperhatikan orang lain, padahal manusia dipanggil Tuhan untuk hidup bersekutu, terutama dengan keluarga yang kita kasihi.

Dalam Alkitab, panggilan ini Tuhan berikan kepada Adam, ”Tidak baik kalau manusia seorang diri saja, Aku akan menjadikan seorang penolong yang sepadan dengan dia.”

Ada wadah yang Tuhan sediakan agar kita belajar tidak egois. Wadah itu dalam bentuk keluarga, ada pasangan, ada anak-anak. Dalam hidup bersama-sama kita diasah untuk makin menyerupai Kristus.

Kalau sampai ada orang berkata,”Saya tidak butuh orang lain. Saya bisa kok hidup sendiri saja.” Ini adalah kesombongan yang luar biasa. Lihatlah semua yang menempel pada tubuh: kaca mata, baju, celana, jam tangan. Tidak bisa kita buat sendiri bukan?

Saya mau menceritakan kisah pernikahan Martin Luther, reformator yang sangat kuat kepemimpinannya. Dia ada kelemahan, kemarahannya meledak-ledak, jelas seorang kholerik. Kemudian beliau menikah. Isterinya, Kathy van Bora, adalah wanita Saxon yang berlidah tajam, seperti pisau. Begitu bicara, orang yang mendengarnya serasa diiris-iris sampai berdarah-darah. Ih ngeri...

Yang mengherankan, pernikahan mereka berjalan dengan lancar. Seperti pepatah mengatakan air sama air kelak menyatu, sampah itu pun ke tepi juga. Mereka menikmati kedamaian dan cinta kasih. Apa rahasianya? Martin Luther mengatakan, pernikahan adalah seperti sekolah pembentukan karakter. Kami berdua banyak belajar di sekolah itu.

Sekolah tidak usah pergi jauh-jauh. Rupanya sekolah ada di rumah. Begitu bangun tidur langsung sekolah sampai malam tiba. Sekolah ditutup untuk dibuka keesokan harinya saat mata terbuka menyingsing hari yang baru.

Keberhasilan pernikahan adalah dua orang yang tidak takut berubah dan bertumbuh. Mereka sama-sama tidak egois yang hanya menuntut pasangan berubah tapi justru mau menuntut perubahan diri sendiri.

Dalam keluarga ada INTERAKSI dan PERSEKUTUAN yang sejati. Persekutuan (fellowship) berarti mengalami hidup bersama-sama. Ada sama dimakan, tidak ada sama ditahan.

Suami istri yang telah ber-Janji Nikah di hadapan Tuhan. Sebuah janji yang mengikat, saya bersedia sehidup semati. Bukannya saya hidup kamu mati. Tapi maksudnya selalu bersama-sama ketika senang maupun susah, sehat maupun sakit, kaya maupun miskin sampai maut memisahkan. Inilah fellowship yakni kebersamaan. Fellowship adalah relasi. Suami isteri berelasi, orang tua anak berelasi, anak-anak bersaudara juga berelasi. Keluargalah wadahnya.

Dalam Fellowship Tuhan Yesus hadir. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka."[i]

Bukan di tengah 1000 orang. Jika demikian, salah-salah kita tidak saling mengenal dan merasa sendirian di tengah keramaian. Tidak juga di tengah 1 orang. Kenapa satu orang tidak cukup untuk Tuhan hadir? Kenapa Tuhan Yesus katakan 2-3 orang? Karena firman Tuhan ini juga berbicara mengenai konteks keluarga, ada suami isteri dan anak.

Pada saat Family Altar, kita berkumpul membaca Firman dan doa bersama, Tuhan Yesus hadir. Itulah fellowship yang sebenarnya.

2 - 3 orang juga menyiratkan kasih yang membutuhkan objek. Rahasianya, Allah adalah kasih[ii] dan kasih tidak mungkin hadir dalam diri satu orang saja.

Bila tidak ada kasih antara suami isteri, persekutuan pasti hanyalah pura-pura saja. Konteks kasih terbesar sejatinya terdapat dalam keluarga, karena ada ikatan darah. Darah lebih kental dari air. Suami istri sudah bersatu dalam satu daging. Anak-anakpun dari darah daging mereka. Dalam ikatan ini, kasih hadir.

Ikatan kasih yang terindah adalah Tuhan Yesus yang mengasihi dalam ikatan darah. Darah-Nya yang kudus telah menebus dan menjadikan kita satu di dalam tubuh Kristus.

[i] Matius 18:20

[ii] 1 Yohanes 4 :8

No comments:

Post a Comment