Search This Blog

Wednesday, January 5, 2011

Berdoa Sebagaimana yang Tuhan Kehendaki


Thursday, 14 October 2010 16:31
Yesus mengajar para murid untuk tidak berdoa seperti orang munafik, berdoa sedemikian rupa supaya dilihat orang dan untuk pujian manusia. Ia juga memperingatkan para murid untuk tidak berdoa seperti orang yang tidak mengenal Allah, yang berdoa dengan bertele-tele dan berpikir bahwa doa mereka akan didengar karena banyaknya kata-kata yang mereka ucapkan.
 
Yesus kemudian menyimpulkan dan memerintahkan agar para murid tidak menjadi seperti mereka—munafik dan tidak mengenal Allah—karena, Yesus berkata, “Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.” Dari bagian Alkitab yang singkat di Mat. 6:5-8 kita belajar bahwa Yesus mengetahui bagaimana banyak orang salah mengerti tentang doa. 

Ia kemudian memerintahkan para muridNya untuk tidak berdoa seperti mereka berdoa. Pada saat yang sama, Yesus mengajar mereka pengertian yang benar tentang doa. Pertama-tama, doa haruslah dilakukan dengan kepekaan bahwa kita sedang berdiri di hadirat Allah, bukan manusia. Kedua, doa haruslah berakar kepada pengenalan yang benar akan Allah. 

Doa yang benar harus selalu berlandaskan iman yang benar, percaya bahwa Allah yang Mahatahu mengetahui dan mendengar bahkan suara-suara hati kita. Allah sanggup membedakan antara motivasi yang benar dan salah dalam doa. Jika Allah adalah Allah atas segenap hidup kita, jika Allah adalah Raja di atas segala raja dan pemilik segala sesuatu yang ada, maka di dalam inti setiap doa seharusnya ada sebuah kerinduan yang tulus, sebuah hasrat yang taat untuk menyesuaikan kehendak kita dengan kehendakNya, bukan sebaliknya.

Itu sebabnya, sebisa mungkin, kita berdoa dengan kesadaran bahwa kita sedang berdiri di hadapanNya dan berdoa dengan pengenalan yang Allah yang sepantasnya. Theologi dan spiritualitas hanya bisa dibedakan dengan kata-kata, tetapi tidak bisa dipisahkan dalam prakteknya.

Lantas bagaimana kita harus berdoa? Apa yang Yesus mau kita pelajari tentang doa ketika Ia mengajarkan “Doa Bapa Kami,” doa yang seharusnya menjadi panutan bagi doa-doa yang lain? 

“Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu.” (Matius 6:9; TB)
Ketika kita berdoa kepada Allah sebagai “Bapa kami,” kita menempatkan diri kita sebagai anak-anakNya di hadapan tahta suciNya, dan dengan pertolongan Roh Kudus kita memohon kepadaNya untuk membangkitkan di dalam diri kita sikap hormat seorang anak dan percaya kepadaNya. “Bapa kami” juga berarti bahwa kita tidak seharusnya berdoa hanya sebagai individu-individu, tetapi sebagai sebuah komunitas anak-anak Allah; tidak berdoa demi ambisi pribadi yang egois, tetapi bagi kebutuhan orang lain juga, dan yang terutama, agar NamaNya dipermuliakan melalui hidup, kata-kata, dan segenap perbuatan kita. “Karena itu berdoalah demikian,” kata Yesus.

"Datanglah KerajaanMu, jadilah KehendakMu di bumi seperti di surga." (Matius 6:10; TB)
Allah mengajarkan kita untuk berdoa "Dikuduskanlah NamaMu." Bagaimana kita bisa menguduskan nama Allah dan membuat NamaNya dihormati dan dipuji oleh orang-orang di sekitar kita? Dengan membiarkan diri kita diperintah oleh Firman dan Roh KudusNya, semakin menundukkan diri kepadaNya. Orang akan melihat melalui hidup kita bahwa Kerajaan Allah hadir ketika Allah menjadi Raja atas hidup kita: keluarga, pekerjaan, perkataan, dan perbuatan kita. Untuk menghadirkan Kerajaan Allah, kita perlu berdoa agar Allah menolong kita menyangkal kehendak pribadi kita dan menaati kehendakNya. Semakin kita mengenal hidup yang sejati, semakin kita menyadari bahwa hidup yang diperintah oleh kehendak Allah adalah satu-satunya hidup yg layak dihidupi. Ini adalah rahasia hidup penuh sukacita dan bahagia yang sejati.

"Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya." (Matius 6:11; TB)
Permohonan ini bukanlah basa-basi semata, namun sebuah permohonan yg tulus dan keyakinan iman bahwa kebutuhan jasmani kita hanya akan mendapatkan pemenuhan dari Allah, satu-satunya sumber dari segala sesuatu yg baik (Yak. 1:17). Di balik segala proses alami, transaksi ekonomi, dan mekanisme sosial yg kelihatan, kita mengaku bahwa tangan Allah yg tdk kelihatanlah yg menyediakan makanan kita sehari-hari. Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk kebaikan kita (Rm. 8:29). Yesus mengajar kita utk meminta makanan "yang secukupnya," bukan untuk tahun-tahun mendatang, tapi utk hari ini. Allah menghendaki kita belajar bergantung kepadaNya dan meletakkan percaya kita kepadaNya di setiap hari dalam kehidupan kita, dan menarik rasa percaya kita kepada ciptaan-ciptaan yg lain, termasuk rasa percaya diri sendiri. Ia menghendaki kita meminta seporsi berkat yg cukup dan perlu untuk menopang kerinduan kita untuk memuliakan Dia dengan tubuh dan jiwa kita. Sudahkah kita mengucap syukur kepadaNya, yang telah memberi segala berkat yang kita terima?

"Dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami." (Matius 6:12; TB)
Yesus mengajar kita berdoa untuk memohon pengampunan kepada Allah, mengakui segala kelemahan dan dosa yang kita pernah lakukan dan memohon kemurahanNya mengalahkan semua itu yang masih melekat pada kita. Kita menerima pengampunan tersebut hanya jika kita percaya dan bertobat, dan dibasuh oleh darah Kristus. Pengampunan ini, bersama dengan pembaruan batin oleh Roh Kudus, membawa perubahan radikal dalam hidup yang tidak bisa dikembalikan. Kita bisa melihat perubahan radikal ini dalam hidup kita melalui dampak-dampaknya. Tidak ada tanda anugerah Allah yang lebih meyakinkan daripada hati yang mengampuni, hati yang dipenuhi oleh anugerahNya. AnugerahNya memampukan kita mengampuni diri dan berdamai dengan masa lalu kita. Tidak hanya kita akan melihat diri kita secara berbeda, kita juga akan melihat orang lain secara berbeda, dan juga dimampukan untuk mengampuni mereka. Mintalah pengampunan Allah dan belajarlah mengampuni!

"Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat." (Matius 6:13a; TB)
Alkitab berkata bahwa Allah tidak mencobai siapapun, dan tiap orang dicobai dan tergoda oleh nafsunya sendiri (Yak. 1:13). Doa ini mengajarkan kita: (1) dengan jujur mengaku kepada Allah bahwa kita sangat mudah jatuh ke dalam dosa dan menjauh dari tugas kita memuliakan Dia; (2) menyadari kehidupan yang penuh penderitaan dan kejahatan ini; dan (3) menyatakan kuasa Allah Mahatinggi yang mengatasi segala yang jahat. Diri kita begitu lemah sehingga kita tidak bisa berdiri sendiri sedetikpun. Ketika kita dicobai oleh musuh-musuh kita (iblis, dunia berdosa, dan kedagingan kita), kita harus berdoa agar Ia memberi kekuatan untuk menghadapi pencobaan sehingga kita tidak berdosa dan menjauh dari Allah. Ingatlah bahwa iblis berkeliaran mencari mangsa untuk dimakan! (1Ptr. 5:6-11) Itu sebabnya kita perlu berdoa agar Allah membatasi si jahat dan membela kita dari kejahatan sekarang dan yang akan datang dengan membebaskan kita dari cengkeraman cakar-cakar mereka.

"Karena Engaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin." (Matius 6:13b; TB)
Bagian penutup Doa Bapa Kami mendorong kita untuk sekali lagi mengaku bahwa segala permintaan kita dalam doa didasari atas kepercayaan kita sepenuhnya akan Allah sebagai Raja, bahwa Ia memiliki segala kuasa untuk menjawab doa-doa kita, untuk memberi kepada kita segala yang baik, dan bahwa melalui semua permintaan kita, bukan kita, tapi biarlah Nama Allah yang kudus yang dipermuliakan. Sangatlah penting bagi kita untuk senantiasa mengingat akan Kerajaan Allah, kuasa, dan kemuliaanNya ketika berdoa, sehingga kita bisa berdoa secara efektif tanpa terlarut dalam kata-kata manusia yang sia-sia belaka. Marilah berdoa bukan untuk keinginan atau agenda pribadi kita, tetapi mari memanjatkan doa-doa yang menyenangkan Allah, sbgmn yg Yesus ajarkan kpd kita. Biarlah kata-kata Tuhan kita Yesus Kristus dalam doa ini mengajar kita dan menanamkan kerinduan untuk berdoa dengan sungguh-sungguh.


"Lagipula, berdoa adalah mengarahkan pikiran kepada Allah, dan sebuah percakapan denganNya yang tak tertandingi oleh apapun yang sanggup membakar hati manusia dengan hasrat surgawi dan dengan penuh kuasa mengubah pikiran sesuai dengan kehendak Allah." (The Tetrapolitan Confession (1530), Ch. VII) — Yuzo Adhinarta
 

No comments:

Post a Comment